Kualitas air menjadi salahsatu tantangan utama dalam budidaya nila, termasuk di kolam nila tambak. Yang paling rentan, menurut Sapri pengelola kolam nila tambak di Dusun Embung Pas, Desa Sigerongan, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, NTB adalah saat turun hujan setelah sebelumnya cuaca panas terus menerus. Hal ini dapat mengganggu kestabilan pH air kolam.
Guna menetralisir kembali pH air, Sapri menggunakan dolomit yang ditaburkan setelah air hujan masuk ke dalam kolam. “Itu langkah pertama yang dilakukan untuk menanggulangi dan menjaga kualitas air. Karna dalam budidaya yang pertama harus kita lakukan adalah menjaga kualitas air. Bagaimanapun sehatnya ikan, kalo airnya sakit pasti akan sakit,” tegasnya.
Pembersihan dan Persiapan Kolam Budidaya
Setelah proses panen, Sapri melakukan pembersihan kolam dimulai dari membersihkan lumpur menggunakan dolomit atau kapur untuk mensterilkan hama-hama yang mungkin masih tertinggal dari proses budidaya. Biasanya, dari setelah panen hingga mulai tebar siklus baru membutuhkan waktu 1 minggu tergantung situasi dan kondisi. “Jika 4-5 hari sudah bersih dan bibit sudah tersedia bisa langsung tebar lagi, minimal seminggu lah,” ujar Sapri.
Setelah kolam dibersihkan, 3-4 hari sebelum tebar, Sapri menambahkan semacam probiotik di kolam guna menumbuhkan bakteri baik. Menurutnya, ikan yang dibudidaya di kolam model tambak, airnya harus banyak mengandung plankton. “Jadi kita bersihkan, tebarkan dolomit/ kapur, selang sehari atau 2 hari isi air kolam ½ dari tinggi kolam 80 cm, taburkan probiotik baru tebar bibit,” urainya.
Jika dirasa air kolam mulai keruh yang mungkin berasal dari sumber airnya, Sapri akan melakukan pengurasan dengan terlebih dulu menutup saluran air. Ia menjelaskan, di dasar kolam terdapat pembuangan dari pipa-pipa yang telah disambung. Dengan adanya kincir yang diletakkan di pinggir dan menciptakan arus deras maka lumpur akan mengumpul di tengah dan keluar melalui saluran pipa di dasar. Biasanya ia lakukan ini rutin 2 minggu sekali.
Sedangkan untuk peletakkan kincir yang berfungsi untuk membantu meningkatkan pasokan oksigen bagi ikan, Ia meletakkannya di area pinggir kolam agar aliran air derasnya bisa menyebar ke seluruh bagian kolam. “Kalo taro di tengah, airnya hanya di depan kincir saja tidak menimbulkan air deras. Kalo model kolam persegi maka peletakannya harus miring, agar memantul dan kena ke pinggir kolam seperti sistem karambol, sehingga aliran udara akan mengalir,” jelas Sapri.
Memilih Bibit Berkualitas
Tidak kalah penting dari menjaga kualitas air, memilih bibit berkualitas juga menjadi satu hal yang harus diperhatikan pembudidaya ikan nila. Sapri yang pernah berkecimpung di dunia pembibitan ikan menyarankan untuk memilih bibit yang ketersediaannya terjamin, kualitasnya dijaga dan biasanya sudah ditreatment atau disteril. Menurut Sapri, bibit yang telah disteril maka dalam jangka waktu budidaya sekitar 4-5 bulan tidak akan beranak. Sedangkan bibit yang tidak disteril terkadang baru 3 bulan sudah bertelur sehingga tidak bisa besar dan hanya menghabiskan pakan saja. Untuk size bibit yang biasa ditebar oleh pembudidaya kolam nila tambak adalah size 1-2 cm yang harganya Rp 100 per ekor agar tidak terlalu rentan saat pemeliharaan di kolam.
Berdasarkan pengalamannya, jika menggunakan bibit yang bagus dan monoseks maka dalam 1 kali pemeliharaan bisa langsung panen setelah 4 bulan, dengan size panen 3-5. “Kalo pake bibit yang kurang bagus bisa beberapa kali panen, karna banyak yang masih kecil-kecil. Tentunya itu merepotkan dari sisi waktu, biaya pakan, tenaga, dll. Kalo pake bibit berkualitas dan pakan bagus, sekali panen beres. Tidak perlu mikirin harus kasi pakan lagi untuk ikan-ikan kecil yang masih tersisa,” klaimnya. Sapri menambahkan, karena kualitas adalah kunci utama dalam memilih bibit, maka pembudidaya harus mengetahui sumbernya misalnya dari perusahaan yang sudah terpercaya.
Percaya Pakan Pabrikan
Selama budidaya, Sapri hanya menggunakan pakan dari pabrikan. Ia mulai dengan pakan mash saat baru tebar dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali di jam 9/10 pagi dan jam 4 sore. Kemudian umur 1,5 – 2 bulan beralih ke ukuran pakan min 1, 2,5-3 bulan menggunakan pakan ukuran min 2, dan setelahnya hingga panen menggunakan pakan ukuran min 3. “Bagi saya, pakan dari pabrikan ini sudah cukup memberikan nutrisi yang dibutuhkan oleh ikan. Yang penting memang kualitasnya stabil dan kandungan proteinnya sesuai dengan kebutuhan ikan nila. Saya pakai yang kandungan proteinnya sekitar 28%. Jadi saya tidak melakukan pencampuran pada pakan dengan bahan lain,” jelasnya.
Sapri mengakui memang masih ada kecenderungan pembudidaya memilih pakan berdasarkan harga, yaitu yang harganya murah. Itu biasanya terjadi pada pembudidaya dengan modal terbatas. Harapannya para pabrik pakan bisa membantu menstabilkan kualitas pakan di tengah isu kesulitan bahan baku yang membuat harga pakan mengalami kenaikan. “Jadi ada keseimbangan antara harga dan kualitas, agar para pembudidaya juga tidak ragu memilih pakan berdasarkan kualitas dan tidak hanya berdasarkan harga,” pungkasnya.