Pandemi yang telah berlangsung lebih dari 2 tahun memang menghantam berbagai sektor ekonomi. Tetapi juga membuka peluang bagi sebagian orang untuk berpikir keras hingga memunculkan kreativitas. Adalah Junaedi dan rekannya, pembudidaya ikan nila di Cijambe Subang yang sejak awal pandemi memutuskan banting stir menjadi pembudidaya nila.
Awalnya, Junaedi ingin memelihara ikan untuk sekadar hiburan dan menghilangkan stres. Tak disangka dari 6 kolam nila bioflok miliknya pribadi, kini total ada 70 kolam bioflok yang dikelolanya bersama rekannya.
Kolam Bioflok Nila Subang
Saat PakanPabrik.com menyambangi salahsatu lokasi kolam nila bioflok Junaedi yang berlokasi di Cijambe, Subang, Ia menceritakan awal mula memutuskan terjun ke bisnis ini. Youtube menjadi salahsatu sumber informasinya belajar budidaya.
Kurang puas, Ia dan rekannya merasa perlu menimba ilmu lebih dalam lagi langsung kepada ahlinya. Mereka pun memutuskan belajar budidaya ikan air tawar di BBPBAT Sukabumi dan secara khusus merasa tertarik mempelajari teknologi bioflok.
Menurut mantan karyawan swasta ini, teknologi bioflok-lah yang paling tepat diterapkan sebagai upaya optimalisasi lahan yang dimiliki Ia dan rekannya.
Budidaya Bioflok Nila di Subang
Sejak awal teknologi bioflok diperkenalkan, umumnya yang dibudidayakan adalah ikan lele. Dan secara teori, yang dipelajarinya di Balai adalah mengenai bioflok lele. Tapi Junaedi memilih nila karena menilai penyerapan pasar ikan lele yang dirasa sulit serta pemeliharaan lele yang dianggapnya lebih rentan penyakit. Kini melihat popularitas nila yang belakangan terus melesat, Ia yakin pilihannya tepat.
Lihat: Budidaya Udang Bioflok
Dari setiap kolam nila bioflok berdiameter 4 m Junaedi mengaku bisa menghasilkan ikan nila sebanyak 2,5 kuintal/ kolam dari penebaran bibit nila sebanyak 25 kg atau 1000 ekor. Ia mengklaim, kematian nilanya hanya berkisar di maksimal 10%. “15% kalo lagi musim hujan, karena ada resiko floknya tidak sempurna,” jelasnya.
Untuk itulah Ia menegaskan pentingnya proses fermentasi untuk membentuk flok sejak awal. Karena pada dasarnya bioflok merupakan sebuah sistem dengan menumbuhkan mikroorganisme sehingga terjadi simbiosis antara mikroorganisme dan ikan sebagai komoditas utama budidaya.
Tanda flok terbentuk sempurna menurut Junaedi adalah warna air berubah menjadi kecokelatan yang menandakan air telah mengandung plankton, dan zat nitrat serta nitrit telah diubah menjadi unsur hara yang bisa dimakan oleh ikan nila sebagai pakan alami. “Ini salahsatu keuntungan kolam bioflok, efisiensi pakan,” ucapnya sambil tertawa.
Lihat: Fermentasi Pakan Ikan Nila Dengan EM4
Hal yang tidak kalah penting adalah pasokan oksigen di dalam kolam yang berasal dari selang aerator dan pasokan listrik yang stabil. “Ikan ini hanya bisa bertahan hidup hingga 1-1,5 jam jika listrik mati. Karena kepadatannya yang tinggi,” jelas Junaedi.
Terkait serapan pasar, hasil panen nila Junaedi telah mencapai Karawang, Jakarta, Subang dan area Jawa Barat lainnya. “Umumnya untuk ukuran restoran biasanya mereka suka ukuran sekilo 4 atau sekilo 3. Dan ga selalu harus nunggu panen, asal ada ikannya dan cocok bisa diangkut,” katanya. Junaedi juga mengklaim beberapa pengepul rela membayar lebih tinggi untuk nila bioflok. Misal, harga nila lain 24-25 ribu/kg, nila bioflok 26 ribu/kg, pengepul tetap memilih nila bioflok. “Katanya si karena daya tahan tubuh saat pengiriman lebih kuat dan lebih panjang nafasnya serta penyusutannya lebih sedikit,” jelas Junaedi.
Lihat: Cara Pembuatan Bioflok Ikan Nila
Wahana Eduwisata Nila Bioflok
Selain menyiasati lahan dengan membuat kolam bioflok, Junaedi dan rekannya juga menyulap salahsatu lokasi kolam bioflok mereka menjadi tempat “nongkrong” dengan tema eduwisata. Dengan konsep resto yang terbuka, pengunjung bisa duduk untuk makan dan mengobrol tepat di samping kolam nila bioflok. “Mungkin nantinya juga bisa memilih ikan nila langsung dari kolam di Pandawa Farm & Fisheries ini,” ucap Junaedi.
Terkait resiko bau kolam yang bisa mengganggu kenyamanan pengunjung, Junaedi mengklaim hal itu sangat kecil akan terjadi. “Hasil campuran fermentasi di awal yang terdiri dari molase, prebiotik, garam dan lain-lain itulah yang mencegah kolam berbau. Apalagi jika floknya terbentuk sempurna justru akan mengeluarkan wangi,” pungkasnya.