Budidaya Lele dari Hulu sampai Hilir

Hobi yang ditekuni, bisa jadi sumber rejeki. Hal ini dibuktikan oleh Haji Usman, pembudidaya lele di Parung, Bogor, Jawa Barat. Pria yang merupakan pensiunan salah satu BUMN sejak 2018 ini mengaku sudah hobi pelihara ikan lele sejak masih jadi mahasiswa. “Dulu awalnya sewa tanah untuk bikin kolam lele. Lalu 2007 saya mau serius tapi belum bisa handle full. Setelah saya kalkulasi, kalo dikelola secara serius ternyata bisa untung. Okelah untungnya tipis, tapi kalo volumenya banyak bisa lumayan juga,” kisah pria yang berlatarbelakang pendidikan Geofisika ini.

Sempat menyerahkan operasional kolam lele pada orang lain di 2007-2011, akhirnya H. Usman memutuskan untuk terjun langsung menghandle semua mulai dari sistem budidaya, operasional, pembukuan, dll. “Saya kurang puas karena sistemnya masih sangat tradisional, kedalaman kolam tidak standar, air langsung dari parit, kolamnya masih tanah dan hanya menggunakan terpal. Walaupun pemberian pakannya sudah full pelet 100% karena saya tidak ijinkan menggunakan limbah, tapi secara manajemennya kurang rapi. Padahal, kalo dikelola secara semi profesional bisa bagus,” ujar pemilik CV Vatra Mandiri ini.

Kemudian Ia mulai benahi satu persatu, mulai dari membuat kolam beton, memperdalam kolam, membuat tandon sebelum air masuk ke kolam, membuat kolam limbah agar tidak langsung keluar mencemari lingkungan, dan meningkatkan padat tebar dari semula 100 ekor menjadi 300-400 ekor per m3 air. Di 2018, saat budidaya sudah on the track, H. Usman mulai memperluas bisnisnya dengan menjadi agen pakan dan membangun bisnis lele frozen (olahan ikan lele) dengan berbagai varian mulai dari lele bumbu, nugget, asap, utuh, hingga fillet. Kemudian di 2019, Ia memutuskan membuka hatchery lele, terutama guna memenuhi kebutuhan bibit untuk budidaya lelenya.

Bisnis Tumbuh Bertahap

H. Usman mulai tebar bibit lele di 10 ribu ekor setelah membuat kolam beton dengan kedalaman 1 meter  dan ketinggian air 80 cm. Namun sebelumnya Ia telah mencari tahu prospek pemasaran hasil budidaya lele-nya nanti. Menurutnya, salah satu permasalahan di pemasaran lele ini terkadang banyak uang yang nyangkut di pasar. “Jadi di bisnis ini selain otaknya harus cerdas, ototnya juga harus kuat,” urainya sambil tertawa. Secara investasi, H. Usman melakukannya secara bertahap. Prinsipnya, sedikit-sedikit yang penting tumbuh, jika mau sukses. Ia mencontohkan, di awal-awal hanya memesan 10 ribu bibit dari pembibit tradisional, setahun kemudian, jumlahnya mencapai 30 ribu bibit. “Jadi kami tumbuh bersama, secara bisnis,” klaimnya.

Walaupun saat ini juga memiliki hatchery lele, tapi H. Usman mengakui tetap belum bisa memenuhi kebutuhan untuk budidaya lele-nya sehingga masih mengambil juga dari pembibit lain. Menurutnya, budidaya benih/bibit memang lebih sulit karena faktor utamanya air harus bersih, dan agak sulit jika air berasal dari kali/ parit. Dan tidak semua orang bisa nge-bibit, walaupun menurutnya nge-bibit itu biayanya paling murah, perputaran uang cepat, dan tidak membutuhkan tempat yang terlalu besar. “Untuk hatchery ini kita masih terus usaha agar minimal bisa memenuhi kebutuhan kolam sendiri. Karena kalo saya tergantung dari pembibit luar saja, ketersediaan tidak terjamin,” jelas H. Usman.

H. Usman dengan produk pupuk yang berasal dari limbah budidaya lelenya

Produk Lengkap dari Fresh hingga Frozen

Hasil panen lele H. Usman Ia bagi menjadi 3 jenis, yaitu BS, konsumsi dan sangkal. Biasanya Ia panen di umur 80-90 hari, dengan size 7-9/ kilo untuk lele konsumsi. Diantara lele yang dipanen, pasti ada yang BS (ukuran besar) size 3-4/ kilo yang digunakan untuk lele frozen dan ada yang sangkal (masih sangat kecil) untuk kemudian dipelihara lagi.

H. Usman menjelaskan, biasanya rata-rata bisa mendapatkan 80% untuk ukuran konsumsi, 10% ukuran besar dan 10% ukuran sangkal 12-20 ekor/ kilo. “Saya sendiri gak pernah bisa sampe 100% ukuran konsumsi, paling bagus 85%, kalo jelek 70%. Ketika panen disortir, yang ukuran 6-9 bisa 85%. Sisanya yang gede banget dan yang kecil untuk dipelihara lagi. Dulu yang gede itu biasanya dimanfaatkan untuk ibu rumah tangga dan pemancingan atau kalo bisa jangan muncul karna gak laku. Sekarang dengan adanya produk lele frozen, jadi semua keserap. Nah ini gimana caranya pembudidaya lele kalo bisa jangan ada yang ukuran kecil, karena yang gede pun terserap,” jelasnya.

Produk lele frozen

Saat ini hasil panen H. Usman mencapai 3 ton/ hari, walaupun sebelum covid bisa mencapai 6 ton/ hari. Bahkan saat ini, Ia membatasi pembelian per pelanggan karena produksi masih kurang untuk memenuhi permintaan pasar. “Saat covid, kita sempat mengurangi produksi karena tidak tau kapan covid akan berakhir. Dulu kolam saya diisi 45 ribu sekarang paling 30 ribu. Kepadatannya dulu 400, skrg turun jadi 300,” jelasnya.

Selain menyediakan lele frozen sebagai bagian dari produk hilir CV. Vatra Mandiri yang sudah terdapat di e-commerce, H. Usman juga menjadi supplier untuk produk lele di salah satu shopping retail terbesar di Indonesia. Setelah disurvey dari berbagai aspek mulai dari sistem air, pemberian pakan full pelet 100%, dan berbagai aspek budidaya lainnya, kini produk lele H. Usman dapat ditemukan di supermarket sebagai contoh produk lele yang sehat dan dapat ditelusuri.

Share your love
Utari Dewi
Utari Dewi

9 tahun berkarir sebagai marketing di salahsatu media agribisnis peternakan dan perikanan nasional dengan expertise penulisan advertorial. Saat ini fokus sebagai freelance writer & project event di sektor peternakan dan perikanan.

Articles: 28
Chat WA
1
Mau Bertanya?
Hi, bisa saya bantu?