Maksimalkan Nutrisi pada Sistem Nursery

Meski perkembangan budidaya udang dua tahap melalui sistem nursery tidak begitu cepat, namun riset dan penerapannya tetap menarik bagi segelintir petambak. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh petambak senior asal Sulawesi Tengah, Hasanuddin Atjo. Menurut Atjo, perkembangan nursery di Indonesia memang tidak secepat negara-negara pesaing seperti Vietnam dan Ekuador. Bahkan menurutnya di Ekuador sendiri, sistem dua tahap berhasil melesatkan produksi mereka dalam satu dekade terakhir ini.

Dalam sebuah webinar Bincang Udang belum lama ini, Atjo mengungkapkan bahwa sistem nursery bisa meningkatkan produktivitas udang hingga 45 – 70 persen. Dengan sistem super insentif yang ia coba di Kalimantan Selatan selama beberapa siklus, produktivitas dengan nursery bisa mencapai 121 – 145 ton/ha. Sementara tanpa nursery, produktivitasnya sebesar 71-100 ton/ha.

Menurut Atjo, ada 3 hal penting yang menjadi faktor keberhasilan pada sistem nursery udang. Ketiganya sebetulnya bukan hal baru bagi petambak, yakni kualitas benur, kualitas pakan, dan kualitas air. Namun demikian, ada beberapa hal spesifik yang berbeda dalam aplikasinya, terutama dalam hal nutrisi dan manajemen pemberiannya. 

Manajemen pakan pada nursery

Pada sistem nursery, benur udang idealnya diberi pakan dengan kualitas nutrisi yang sangat baik. Sekalipun harganya mahal. Sebab kata Atjo, pada fase larva hingga sekitar PL-35, udang ada dalam fase yang unik. Yakni ada pada fase golden age, tetapi sekaligus berada pada fase pertumbuhan yang lambat. Sehingga pada fase ini udang sebetulnya tidak membutuhkan lahan yang luas. Namun cukup dengan lingkungan yang kecil dan terkontrol seperti yang diterapkan dalam sistem nursery.

“PL 1 – 35 itu lambat ya (pertumbuhannya). Sehingga tidak perlu wadah yang luas. Tapi perlu nutrisi dan lingkungan yang lebih prima sebagai tempat inkubasi,” ungkap Atjo. 

Foto dok : Hasanudin Atjo

Adapun jenis pakan yang dianjurkan selama pemeliharaan di nursery adalah kombinasi antara artemia dan pakan buatan yang mengandung protein 40 – 50 persen, dan memiliki tingkat kestabilan di air (water stability) yang tinggi. 

Menurutnya, artemia cukup diberikan selama 3 hari pertama dengan dosis 454 gram (1 kaleng) untuk satu juta ekor benur. Selebihnya bisa diberi pakan buatan secara full. Atjo mengatakan bahwa pakan alami artemia bagus bagi benur karena mengandung glikogen dan asam lemak Omega 3 yang bagus untuk pertumbuhan dan imunitas udang.

Untuk frekuensi pemberiannya sendiri, selama ini ia melakukannya sebanyak 8 hari sekali. Untuk 3 hari pertama, artemia dan pakan buatan diberikan secara bergantian masing-masing sebanyak 4 kali. Dosis pakan buatan selama seminggu pertama sebanyak 3-6 ppm. “Setelah itu, dosisnya menjadi 10 – 12 persen menyesuaikan dengan biomassanya,” tambah Atjo.

Selain pemberian pakan utama yang berkualitas, ia juga menganjurkan untuk menambahkan imunostimulan seperti beta glucan, untuk meningkatkan kekebalan tubuhnya. 

Autofeeder tingkatkan efisiensi pemberian pakan

Sementara untuk manajemen pemberian pakan pada fase pembesaran di tambak, Atjo lebih menitikberatkan pada bagaimana pakan diberikan secara efisien. Dalam hal ini, ia merekomendasikan penggunaan autofeeder. Menurutnya, satu unit autofeeder bisa dioperasikan untuk 250 – 3,000 benur udang di tambak.

Berdasarkan hasil pengamatannya, penggunaan autofeeder bisa menghemat pakan 15 – 20 persen dan menekan FCR dari 1,5 menjadi 1,25. Dengan autofeeder juga, pertumbuhan udang relatif lebih cepat dari rata-rata ADG 0,25 gram/hari menjadi 0,35 gram/hari. 

Dalam percobaan Atjo, hasil-hasil tersebut didapat dengan mengatur pemberian pakan setiap 5 menit sekali. Sehingga katanya, “Dalam 24 jam ada 288 kali pemberian pakan, ya.”  

Selain berdampak bagus pada efisiensi pakan, penggunaan autofeeder juga bisa menekan pergantian air dari biasanya 10 – 15 persen per hari jadi hanya 3 persennya saja. “Karena dengan pakan yang lebih sering diberikan, maka kualitas air lebih bisa kita pertahankan,” ujarnya.

Menurut Atjo, hasil bagus dari penerapan autofeeder di kolam pembesaran, bisa menjadi peluang untuk mengembangkan autofeeder di nursery. Ia yakin jika pemberian pakan di nursery menggunakan autofeeder, misalnya dengan frekuensi pemberian setiap satu jam, maka hasilnya akan lebih bagus. AB

Share your love
Asep Bulkini
Asep Bulkini

Asep Bulkini telah menulis tentang perikanan sejak tahun 2013. Ia merupakan lulusan Budidaya Perairan (S1) dan Manajemen Bisnis (S2) dari IPB University. Ia juga bekerja sebagai fishery analyst dan freelance consultant di bidang akuakultur.

Articles: 0
Chat WA
1
Mau Bertanya?
Hi, bisa saya bantu?